Momentum Reshuffle Kabinet

Momentum Reshuffle Kabinet

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Dua menteri Kabinet Indonesia Maju menjadi tersangka dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terlilit kasus korupsi. Karenanya saat ini merupakan momentum yang tepat bagi Jokowi me-reshuffle kabinetnya. Pengamat politik Universitas Jember Hermanto Rohman mengatakan saat ini merupakan momentum Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengevaluasi kinerja para menterinya. \"Saatnya Presiden Jokowi mengevaluasi kinerja semua menterinya agar kepercayaan masyarakat kepada pemerintah bisa meningkat,\" katanya dalam keterangannya, Minggu (6/12). Dijelaskannya, Presiden Jokowi sudah pernah mengingatkan para menterinya agar melakukan penanganan COVID-19 dengan baik. Dia juga mengingatkan agar tak ada yang korupsi. Namun instruksi itu diabaikan. \"Ditahannya Mensos menjadi preseden buruk bagi pemerintah di tengah pandemi COVID-19. Sebab semua daerah diminta untuk menjalankan kebijakan keuangan dengan benar selama pandemi. Namun justru menterinya melakukan korupsi,\" ujarnya. Dia meminta agar Jokowi harus kembali menegaskan instruksi-nya kepada para menterinya. Para menteri harus diingatkan jangan bermain-main dalam penanganan COVID-19 dengan melakukan korupsi. Karenanya, sangat perlu dilakukan pembenahan di kabinet agar bisa bekerja lebih baik sesuai harapan masyarakat. \"Ini menjadi momentum untuk mengevaluasi kinerja semua menteri bahwa penanganan COVID-19 harus dibutuhkan integritas dari para pembantu presiden, sehingga bukan hanya persoalan strategi penanganan-nya saja,\" katanya. Senada diungkapkan Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Gerindra Fadli Zon. Dia menyebut saat ini merupakan waktu yang tepat untuk melakukan reshuffle atau perombakan kabinet. \"Memang waktu yang tepat walaupun terlambat untuk reshuffle,\" katanya. Anggota Komisi I DPR ini menyebut dalam reshuffle nanti, agar posisi menteri diisi oleh orang-orang yang memiliki integritas dan keahlian sesuai bidangnya. \"Cari orang-orang profesional dan ahli di bidang masing-masing. Punya kapasitas, kapabilitas (dan) integritas,\" sebutnya. Penetapan dua menteri sebagai tersangka korupsi menjadi pukulan telak bagi pemerintahan era Jokowi. Sebab korupsi terus merajalela di masa pandemi COVID-19. \"Ini pukulan bagi pemerintahan Jokowi kedua. Makin menunjukkan bahwa korupsi masih terus merajalela bahkan di tengah pandemi. Seiring dengan kolusi dan nepotisme yg terus meningkat, demokrasi makin tertekan oleh pendekatan otoritarian terhadap mereka yang kritis,\" ucapnya. Sementara politisi PPP Arsul Sani mengusulkan agar Jokowi segera menetapkan pengganti dua menteri yang tersandung kasus korupsi secara definitif melalui reshuffle kabinet. \"PPP mengusulkan kepada Presiden Jokowi untuk segera mengisi pos 2 menteri ini segera secara definitif. Tentu pengisian dua pos menteri ini bisa sekaligus menjadi ruang untuk reshuffle kabinet,\" katanya. Meski demikian, diakuinya bahwa reshuffle bukanlah jalan satu-satunya yang harus dilakukan Jokowi. \"Meski Presiden juga bisa hanya dengan mengganti dua menteri ini dan tidak mengubah posisi kabinet lainnya. Tentu siapa pun, termasuk kami di PPP, tetap harus menyadari bahwa soal pilihan mana yang diambil Presiden, maka itu merupakan hak prerogatif beliau sepenuhnya,\" ucap anggota Komisi III DPR ini. Di sisi lain, Jokowi menegaskan agar pelaku koruptor ditindak tegas. Dirinya mengatakan tak akan melindungi pejabat yang terlibat korupsi, termasuk para menterinya. \"Saya tidak akan melindungi yang terlibat korupsi,\" katanya di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. Ditegaskannya, pemerintah akan terus mendukung upaya KPK dalam pemberantasan korupsi. dia juga meyakini KPK dapat bekerja profesional dalam menangani kasus tersebut. \"Kita semua percaya KPK bekerja secara transparan, terbuka, baik, profesional dan pemerintah akan terus konsisten mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi,\" katanya. Dikatakannya, sudah sejak awal mengingatkan para pejabat negara tersebut agar jauhi korupsi. Bekerja keras untuk membangun kesejahteraan rakyat. \"Perlu juga saya sampaikan bahwa saya sudah ingatkan sejak awal kepada para menteri Indonesia Maju jangan korupsi, sudah sejak awal,\" tegasnya. Presiden mengaku sudah berulang kali mengingatkan pejabat negara untuk berhati-hati menggunakan anggaran. \"Berulang kali saya mengingatkan ke semua para pejabat negara baik itu menteri, gubernur, bupati, wali kota dan semua pejabat untuk hati-hati dalam menggunakan uang dari APBD kabupaten/kota, APBD provinsi dan APBN, itu uang rakyat,\" ujarnya. Apalagi kali ini Juliari tersandung perkara terkait bantuan sosial yang sangat diperlukan masyarakat. \"Apalagi ini terkait dengan bantuan sosial, bansos dalam rangka penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Bansos itu sangat dibutuhkan oleh rakyat,\" ungkapnya. Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga menunjuk Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy sebagai penjabat sementara Menteri Sosial menggantikan Juliari P Batubara. \"Untuk sementara saya akan menunjuk Menko PMK untuk menjalankan tugas Mensos,\" ungkapnya. KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebagai tersangka karena diduga menerima suap senilai Rp17 miliar dari \"fee\" pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19 di Jabodetabek. Selain Juliari, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya, yaitu Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian IM, dan Harry Sidabuke. Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Sedangkan kepada Matheus dan Adi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Sementara Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.(gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: